Articles
21 Apr 2020
Perjalanan Uang Dalam 10 Tahun

Investasi adalah kata kunci dari sebuah harapan akan pertumbuhan nilai uang yang disimpan. Bentuknya beragam, mulai dari tanah, rumah, reksadana, saham, dan emas (baca: logam mulia). Jika tanah dan rumah adalah bentuk investasi ‘konvensional’ yang sudah dikenal sejak zaman dulu, maka reksadana dan saham adalah bentuk lain dari instrumen investasi yang baru dikenal masyarakat dewasa ini. Sedangkan emas, meski sejak dulu orang tua kita sudah membeli perhiasan untuk dijual saat lagi butuh, namun baru mulai booming beberapa tahun terakhir ketika harga emas di pasaran dunia naik.

 

Bagaimana uang kita bisa berkembang dari investasi? Kita asumsikan bahwa Anda memiliki dana ‘nganggur’ sebesar 10 juta rupiah yang disimpan dalam bentuk tabungan. Maka dengan perhitungan suku bunga 4% per tahun, uang 10 juta rupiah tersebut akan berkembang biak menjadi Rp.10,400,000 pada tahun pertama. Dan jangan lupa, bahwa ada ‘pencuri uang’ yang selalu hadir setiap tahun alias inflasi. Kita asumsikan saja bahwa inflasi ‘hanya’ 7% per tahun, maka nilai uang Anda tadi sebenarnya sudah ‘minus’ 3% menjadi hanya Rp.9,700,000.

Sekarang kita anggap bahwa Anda menyimpan uang tersebut dalam instrumen deposito dengan suku bunga 7% per tahun. Sama dengan perhitungan di atas tadi, maka uang 10 juta tersebut akan menjadi Rp.10,700,000,- pada tahun pertama. Lagi-lagi kita harus menghitung inflasi. Dengan tingkat inflasi yang sama dengan ilustrasi di atas, maka uang Anda murni hanya tetap Rp.10,000,000 saja selama menabung tahun tersebut. Bagaimana kalau tahun kedua, ketiga, keempat hingga 10 tahun ke depan angka inflasi makin tinggi? Dan jangan lupa juga bahwa deposito dikenakan pajak 20%. Maka bila ada bank yang menawarkan bunga 7%, perlu dipertanyakan apakah itu gross atau nett. Kalau gross, berarti 7 x 80% adalah 5.6%. Inilah real bunga deposito setelah dipotong pajak.

Jadi, layakkah bila kita menganggap tabungan dan deposito adalah instrumen investasi? Rasanya kurang tepat bila definisi investasi adalah sesuatu yang memberikan nilai lebih (bukan sekedar nominal) dari apa yang sudah kita simpan. Kalau tahun 2000 harga nasi goreng adalah Rp.4000,-, lalu di tahun 2013 kita punya uang Rp.40,000,- itu tidak berarti bahwa kita bisa membeli 10 piring nasi goreng dengan mengacu harga pada tahun 2000, karena saat ini sepiringnya baru bisa dinikmati dengan uang Rp.10,000,- Kita hanya bisa membeli 4 piring saja. Nominal uang yang kita miliki memang naik, tapi nilainya turun. Itulah inflasi yang suka tidak suka selalu hadir untuk menggerus tabungan dan deposito kita.

Bagaimana dengan emas? Jika yang dimaksud adalah perhiasan emas, maka tidak bisa dikatakan sebagai instrumen investasi juga karena ada biaya lain yang harus kita keluarkan seperti biaya desain, pembuatan dan lainnya. Tapi jika emas yang dimaksud adalah logam mulia, maka inilah instrumen investasi yang sesungguhnya.

Salah satu mata uang emas yang dikenal di dunia, khususnya Arab Saudi adalah dinar. Dinar adalah koin emas 22 karat. Tahun 600 Masehi (artinya sekitar 14 abad yang lalu) harga satu ekor kambing kualitas terbaik adalah 1 Dinar. Berapa harga kambing saat ini? Kurang lebihnya adalah 2 juta rupiah, yang artinya senilai dengan 1 Dinar. Tidak ada perubahan harga meski telah melewati lintasan abad. Ini membuktikan bahwa emas memang tidak tergerus nilainya.

Jika Anda tahun 2000 ingin ‘menghabiskan’ dana 10 juta rupiah tersebut dengan memilih membeli logam mulia emas 24 karat sebagai instrumen investasi, maka dengan asumsi kenaikan emas 20% per tahun dikurangi inflasi 7%, maka Anda masih surplus 13 persen per tahun. Hari ini (Maret 2013), harga emas logam mulia standart ANTAM sampai tulisan ini dibuat adalah Rp.557,000 per gram. Lima tahun dari sekarang (2018) harga emas diprediksi akan meningkat menjadi Rp.1,433,272, per gram-. Itu artinya, harga barang kemungkinan akan ikut naik. Jadi sebelum telat, ada baiknya Anda mengalokasikan dana ke instrumen ini demi menyelamatkan nilai uang Anda.

Sebagaimana pameo yang mengatakan bahwa emas memang tidak membuat Anda makin kaya, tapi membuat Anda tetap kaya.

Hak Cipta © 2013, PT. Golden Mandiri Investama
Dilarang memperbanyak, mengutip sebagian atau keseluruhan dokumen ini tanpa seijin PT. Golden Mandiri Investama
(email info@goldenmandiriinvestama.com).